Powered By Blogger

Sabtu, 28 April 2012

-tentang hutang pemerintah-

Debt based money system
+ riba akan membawa
dampak negatif tak
berujung di manapun
sistem ini dipraktekkan
(malangnya, sistem ini
dipraktekkan di seluruh
negara). Dengan
berlalunya waktu, tahun
demi tahun, generasi demi
generasi, yang akan
terjadi hanyalah
kemiskinan yang terus
bertambah besar dan
masalah sosial-politik-
budaya yang tak habis-
habisnya.
Pemerintah eksis untuk
menyelesaikan masalah
publik. Semakin banyak
masalah, semakin besar
skala pemerintah. Dalam
konteks hubungan antara
skala pemerintah dengan
perkembangan negara,
apakah sebuah negara
termasuk maju atau tidak,
Anda perlu menggunakan
sedikit imajinasi Anda,
mana sebab-mana akibat.
Apakah publik yang
produktif yang membuat
sebuah bangsa menjadi
besar, atau sebuah skala
pemerintahan yang besar
yang membuat sebuah
bangsa menjadi besar?
Orang bisa
berargumentasi di kedua
arah sekaligus, dan kedua
belah pihak memang akan
menemukan beberapa
poin yang valid.
Namun, motor penggerak
utama apakah sebuah
bangsa bisa maju atau
tidak, tetap adalah rakyat
mereka. Rakyat yang
cerdas, kreatif, dan
pekerja keras akan bisa
menghasilkan produksi
yang bisa dijual keluar,
dan kemudian
mengumpulkan
kekayaan. Setelah itu,
barulah pemerintahan
mereka bisa menemukan
sumber uang / mesin ATM
mereka, baik lewat
penarikan pajak maupun
lewat penjualan surat
hutang.
Skala pemerintah
(termasuk skala hutang
mereka) tidak
menyebabkan bangsa
mereka menjadi besar.
Sebaliknya, skala
pemerintah justru
berhubungan secara
signifikan dengan
akumulasi masalah
ekonomi-sosial-politik-
budaya yang terjadi di
negara tersebut. Itu
adalah akibat, bukan
sebab.
Hal lainnya, saya pernah
menjelaskannya
sebelumnya, konsumen
membayar bunga atas
uang yang mereka minta
dari perbankan. Dan
mereka membayar sekali
lagi saat pemerintah
menerbitkan surat hutang.
Ingat, kita sedang hidup di
sebuah sistem di mana
semua uang pemerintah
pasti secara langsung
ataupun tidak langsung
diambil dari rakyat
mereka. Surat hutang
negara tidak dibayar
oleh negara, itu dibayar
oleh publik.
Sekalipun ada sebuah
negara yang surat
hutangnya dibiayai secara
masif oleh rakyat mereka
sendiri. Uang berpindah
tangan dari rakyat yang
satu ke pemerintah dan
lalu kembali ke tangan
rakyat yang lain. Lantas
apakah itu kemudian
pantas disebut fenomena
yang baik? Kalau itu
adalah hal yang baik,
mengapa tidak sekalian
saja menaikkan pajak
penghasilan menjadi 50%,
70%, atau 90%? Toh uang
tetap beredar di negara
sendiri.
Hehe... Ini akan menjadi
kekonyolan besar, tetapi
tidak lucu. Dengan pajak
yang sedemikian tinggi,
siapalah yang mau
bekerja? Siapalah yang
mau menjadi
wirausahawan? Nyaris
semua jerih payah orang-
orang yang produktif
akan diminta kembali
oleh pemerintahan
mereka!
Keadaan menjadi lebih
rumit ketika surat hutang
sebuah negara dibiayai
dari uang dari luar negeri,
dan juga dalam mata
uang luar negeri.
Bayangkan negeri X…
X meminjam USD 1 milyar
dari World Bank. Katanya
uang ini adalah untuk
pembangunan jalan raya
di negara X. Tapi ternyata
World Bank tidak hanya
memberikan uang,
mereka juga menunjuk
lansung siapa yang
menjadi kontraktor utama
dan supplier material,
yang sebenarnya adalah
bagian dari kroni para
bankir di negara mereka
sendiri. Uang mengalir
dari World Bank ke
rekening lain yang juga
ditunjuk oleh World Bank.
Dari USD 1 milyar ini,
misalnya hanya USD 400
juta yang akhirnya
beredar di negara X.
Pertanyaannya,
bagaimana caranya
negara X menemukan USD
600 juta + bunga untuk
dikembalikan ke World
Bank?
Jawaban populer mungkin
adalah dengan selesainya
jalan baru ini, masyarakat
bisa memproduksi secara
lebih efektif dan efisien,
dan lama-kelamaan
hutang akan terbayar,
pokoknya pasti akan
terbayar. Bagaimaan
matematika asumsi ini
bisa dijustifikasi, nobody
cares, it just doesn’t
matter you idiot…
Tapi kawan… Paska
selesainya proyek, sisa
USD 400 juta tadi
sekarang sudah menjadi
tabungan rakyat X yang
bekerja di proyek itu, itu
bukan lagi uang negara X.
USD hanya bisa masuk ke
kantong negara X atas
pajak dari rakyatnya. Dari
total pinjaman USD 1
milyar ini, anggaplah
hanya ada USD 50 juta
yang bisa kembali ke
pemerintah menjadi
pajak, lantas sisa USD 950
juta + bunga yang harus
dibayarkan akan datang
dari mana? Jalan raya itu
tidak akan serta-merta
menghasilkan dolar bagi
pemerintahan negara X.
Uang USD itu harus datang
lewat cara yang lain.
Berapa banyak
sebenarnya rakyat
mereka harus menjual
barang ke luar negeri,
berapa banyak
sebenarnya negara X
harus mengeksplorasi
alamnya dan menjualnya
keluar, supaya pemerintah
negara X bisa
mendapatkan pajak yang
cukup untuk membayar
tagihan USD 1 milyar +
bunga ini?
Dan pertanyaan yang
lebih mendasar lagi, apa
bedanya USD dengan
uang negara X? Mengapa
ada proyek yang bisa
dilaksanakan dengan
uang yang dicetak Federal
Reserve tetapi proyek
yang sama tidak boleh
dilaksanakan dengan
uang yang dicetak bank
negara X?
Anyway… ini memang
masalah yang kompleks.
Transaksi hutang perlu
dianalisa case by case,
karena setiap kasus
memang berbeda.
Hal lain yang perlu Anda
sadari adalah
permasalahan hutang
negara tidaklah berjalan
sendiri, bersamaan
dengan pasar valuta asing
(kontrol nilai tukar mata
uang), hutang luar negeri,
selain beberapa sisi
positifnya, juga
membawa sisi negatif
yang bisa sangat
berbahaya.
Jadi, sehubungan dengan
isu peranan pemerintah,
Anda memang harus
menggunakan imajinasi
untuk memahami
masalah. Apakah Anda
benar-benar ingin hidup di
negara yang penuh
dengan campur tangan
pemerintah atau tidak?
Dan yang lebih penting
lagi, apakah Anda ingin
mempertahankan sistem
debt as money, sistem
yang memastikan akan
ada semakin banyak
masalah di masyarakat,
sistem yang memastikan
skala pemerintah
(termasuk hutang
pemerintah) yang akan
terus bertambah besar,
sistem yang memastikan
akan ada semakin banyak
tagihan dan pajak yang
harus dibayar oleh
anggota masyarakat yang
masih produktif untuk
menolong rekan-rekan
mereka yang telah jatuh
menjadi pecundang dalam
sistem debt as money ini.
Ada sejumlah berita yang
mengatakan bahwa
sejumlah negara sudah
mengurangi pajak kepada
rakyatnya dalam
menghadapi krisis global
ini. Apa sebenarnya yang
terjadi? Bukankah APBN
berbagai negara
sesungguhnya sedang
meningkat karena mereka
sedang melancarkan
proyek “stimulus” masing-
masing?
Anda masih ingat pos
penerimaan negara?
• Pajak
• Dividen perusahaan
negara
• & Penerbitan berbagai
jenis surat hutang
Kalau setoran pajak
berkurang, dan
pemasukan dividen
perusahaan negara tidak
bertambah, maka cara lain
yang pemerintah gunakan
untuk menutupi anggaran
mereka pasti adalah
dengan peningkatan
penerbitan surat hutang
negara. Efeknya sama
saja, sebab yang
membayar surat hutang
tetap adalah rakyat
mereka. Yang berbeda
adalah timing
pembayarannya. Kalau
penerbitan surat hutang
berhasil, maka setoran
pajak yang perlu
pemerintah tagih bisa
diundur… Tetapi diundur
tidak sama dengan
dikurangi kawan…
Diundur versi ini akan
menyebabkan tagihan
pajak yang semakin
membesar di masa
mendatang.
Kecuali Anda sama sekali
tidak membaca berita, bila
tidak Anda seharusnya
tahu bahwa negara-
negara “maju” seperti
Amerika dan Inggris
sebenarnya sudah sangat
dekat dengan
kebangkrutan. Mengapa
masih ada begitu banyak
orang yang justru
mengagungkan mereka
dan menganjurkan bahwa
kita perlu meniru
langkah-langkah mereka?
Naikkan terus volume
hutang, baik hutang
konsumen maupun
hutang negara, it doesn’t
matter baby, just follow
USA!
Dalam sistem yang kita
anut, pemerintah tidak
bisa menciptakan uang
mereka sendiri.
Pemerintah sesungguhnya
hanya bisa meminjam…
They can only borrow…
Dan ketika Anda
mendengar bahwa
pemerintah sedang
“mencetak
uang” (monetisasi), apa
yang sebenarnya sedang
mereka lakukan adalah
mereka sedang
meminjam uang masa
depan rakyat mereka.
Mengapa? Sebab uang
“cetakan” itu akan dibayar
kembali dalam bentuk
pajak yang ditagih kepada
rakyat mereka di tahun-
tahun mendatang.
Mengenai monetisasi,
kalau disederhanakan,
kredit konsumen adalah
monetisasi dalam skala
retail. Negara yang
"mencetak uang" adalah
monetisasi skala nasional.
Kapan pemerintah akan
“mencetak uang”?
Jawabannya adalah ketika
mereka gagal meminjam.
Tidak masalah pinjaman
dicari dari dalam negeri
ataupun luar negeri.
Ketika tidak ada yang
mau meminjami mereka
secara suka rela, alternatif
mereka hanyalah
“meminjam secara paksa.”
Apakah saya sedang
memojokkan pemerintah
dalam blog ini?
Saya tidak merasa
demikian. Sebaliknya,
saya sebenarnya sedang
mencoba menolong
mereka, dan menolong
diri kita sendiri.
Coba Anda bayangkan
situasi ini:
Sekelompok orang
terdampar di sebuah
pulau terpencil. Di antara
mereka, ada tenaga kerja
yang masih muda dan
kuat. Dan di pulau
tersebut, ternyata tersedia
material bangunan seperti
pasir, semen, batu, kabel,
dan lainnya. Dan orang-
orang ini sebenarnya
membutuhkan sebuah
bangunan sebagai tempat
berteduh mereka.
Tetapi, karena tidak ada
uang sebagai medium
transaksi, para pemuda itu
pun menganggur. Mereka
menghabiskan waktu
mereka meratapi nasib
buruk mereka, dan
membayangkan betapa
nikmatnya berada di kota
mereka sebelumnya.
Mungkin kedengarannya
terlalu ekstrim, tetapi
sesungguhnya hal seperti
ini bisa saja terjadi,
apalagi dalam masyarakat
yang kompleks. Otak kita
sudah ketagihan
dengan uang. Tanpa
uang, masyarakat tidak
berfungsi. Peradaban pun
bisa macet.
Ini kenyataan.
Pemerintah negara XYZ
bisa mengabaikan
sejumlah pekerjaan umum
mereka hanya karena
tidak ada uang. Dan
orang-orang tidak pernah
bertanya, kalau rakyat
bisa menciptakan uang
untuk berbagai produk
yang mereka produksi,
mengapa pemerintah
tidak boleh menciptakan
uang atas infrastruktur
yang mereka bangun?
Mengapa uang
pemerintah harus berasal
dari uang-uang yang eksis
sebelumnya? Pemerintah
mencetak uang itu
inflationary? Harga akan
melambung ke langit?
Bisa ya dan tidak,
tergantung apa yang
mereka lakukan dengan
uang itu.
Tetapi, kalau orang bisa
menuduh tindakan
pemerintah untuk
mencetak uang itu
inflationary, mengapa
mereka tidak pernah
berdemo ke bank
komersial dan
melemparkan isu yang
sama?
Bank komersial
melakukannya setiap hari,
sepanjang tahun, dan
sudah berlangsung selama
berabad-abad! Kredit,
dalam praktek, adalah
uang. Dan perbankan
sudah mencitakan kredit
selama ratusan tahun.
Mengapa kalau sebuah
negara mencetak uang
biasanya mata uangnya
jatuh? Ya sekali lagi,
tergantung apa yang
mereka lakukan dengan
uang itu. Di postingan
sebelumnya saya pernah
mengatakan kepada Anda
bahwa tidak semua uang
yang diciptakan
menghasilkan nilai yang
sama.
Menciptakan uang untuk
membuat jalan tidaklah
sama dengan
menciptakan uang untuk
menomboki modal
sebuah bank. Menciptakan
uang untuk membangun
stasiun pembangkit listrik
tidaklah sama dengan
menciptakan uang untuk
membayar tagihan kartu
kredit.
Penyebab kedua jatuhnya
mata uang adalah
invisible hand Sang
Majikan di puncak
piramida. Kalau hari ini
Anda mendengar
pemerintah negara X
memutuskan untuk
mencetak sejumlah uang,
bukan hutang kepada
siapapun, untuk
digunakan di negara
mereka, Anda bisa
bertaruh mata uang
mereka akan langsung
dihancurkan di pasar valas
di London dan New York
dalam waktu singkat.
Dan kalau hari ini, yang
sedang melakukan
quantitave-easing adalah
Indonesia, dan bukannya
Amerika, Anda bisa
bertaruh rupiah yang ada
di rekening Anda
sekarang sudah jatuh
sangat drastis nilainya.
Everybody is not equal
my friend…
Hak untuk menciptakan
uang adalah milik para
Money Masters secara
eksklusif. Penguasa
tertinggi di dunia adalah
bankir yang bisa
memproduksi uang di
puncak piramida dunia. Di
bawah mereka adalah
bankir-bankir lokal
dengan pengaruh yang
lebih minor. Jangan
berharap mereka mau
melepaskan sistem
moneter seperti ini.
Pengaruh hutang negara
terhadap rakyat mereka
sering kali tidak kasat
mata. Dan para aktor di
belakang layar, mereka
bisa sama sekali tak
terdengar di media. Media
akan sibuk menulis berita
politisi dan partai politik
mana yang bisa
menyelesaikan masalah,
atau politisi dan partai
politik mana yang tidak
bisa menyelesaikan
masalah, tetapi mereka
tidak akan melaporkan
asal-muasal masalah yang
sebenarnya.
Untuk setiap 1 sen uang
yang dibayar kepada
World Bank, negara X
kehilangan 1 sen uang
yang mungkin bisa
dipakai untuk
menyekolahkan anak-
anak mereka, menjaga
fakir miskin mereka, dan
memelihara infrastruktur
mereka. Ini semua tidak
kelihatan kecuali Anda
mengimajinasikannya.
Anda dibujuk membayar
pajak, dibombardir
dengan slogan "Orang
Bijak Taat Pajak,” bahwa
uang itu adalah untuk
Anda juga, negara
membutuhkan uang
untuk membangun ini dan
membangun itu. Memang
kata-kata itu tidak
sepenuhnya salah, tapi
kalimat itu juga tidak
sepenuhnya jujur. Jarang-
jarang Anda akan
mendengar bahwa negara
juga membutuhkan pajak
Anda untuk membayar
IMF, World Bank, ADB, dan
majikan-majikan lainnya,
bukan begitu?
Bagi orang yang tidak
menyukai topik zionisme
dan isu politik yang lain,
kabar baiknya adalah
Anda memang tidak harus
memikirkannya. Just
follow the money. Kalau
Anda bisa membayangkan
bagaimana aliran uang
mengalir di dunia,
perlahan-lahan Anda akan
memahaminya sendiri.
Zionis tidak harus eksis
secara fisik di negara
manapun. Yang mereka
perlukan hanyalah
memastikan bahwa Anda
berada di dalam bagan
piramid keuangan
mereka. Memungut $100
dari setiap orang di
sebuah negara dengan 1
juta penduduk tanpa
paksaan yang terlalu
kasat mata bahkan lebih
efektif dibandingkan
dengan menduduki secara
paksa suatu negara
dengan 1 juta penduduk
dan kemudian merampok
mereka $100 juta.
Adalah pilihan Anda,
apakah Anda tertarik
untuk menyebarkan
“fakta” versi “pecundang”
ini kepada ikan-ikan kecil
lainnya, bila tidak saya
hanya bisa mengatakan
kepada Anda… Selamat
berjuang dan memanjat
bagan piramida dunia...
Moga-moga bukan Anda
sebagai korban berikut
yang akan tenggelam di

samudra dusta…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar