Powered By Blogger

Sabtu, 28 April 2012

-KISAH RASULLULLAH MENJELANG AJAL-

Betapa mulia dan indahnya
akhlak baginda Ya Rasulullah
SAW Mengingatkan kita
sewaktu sakratul maut.
Pagi itu, Rasulullah dengan
suara terbata memberikan
petuah, "Wahai umatku, kita
semua ada dalam kekuasaan
Allah dan cinta kasih-Nya. Maka
taati dan bertakwalah kepada-
Nya. Kuwariskan dua hal pada
kalian, sunnah dan Al Qur'an.
Barang siapa mencintai
sunnahku, berati mencintai aku
dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-
sama masuk surga bersama
aku."
Khutbah singkat itu diakhiri
dengan pandangan mata
Rasulullah yang teduh menatap
sahabatnya satu persatu. Abu
Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya
naik turun menahan napas dan
tangisnya. Ustman menghela
napas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya
dalam-dalam. Isyarat itu telah
datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan
kita semua," desah hati semua
sahabat kala nitu. Manusia
tercinta itu, hampir usai
menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat,
tatkala Ali dan Fadhal dengan
sigap menangkap Rasulullah
yang limbung saat turun dari
mimbar.
Saat itu, seluruh sahabat yang
hadir di sana pasti akan
menahan detik-detik berlalu,
kalau bisa. Matahari kian tinggi,
tapi pintu Rasulullah masih
tertutup. Sedang di dalamnya,
Rasulullah sedang terbaring
lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi
pelepah
kurma yang menjadi alas
tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu
terdengar seorang yang
berseru mengucapkan salam.
"Bolehkah saya masuk?"
tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk,
"Maafkanlah, ayahku sedang
demam," kata Fatimah yang
membalikkan badan dan
menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah
membuka mata dan bertanya
pada Fatimah, "Siapakah itu
wahai anakku?"."Tak tahulah
ayahku, orang sepertinya baru
sekali ini aku melihatnya,"tutur
Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu dengan
pandangan yang
menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang
menghapuskan kenikmatan
sementara, dialah yang
memisahkan pertemuan di
dunia. Dialah malaikatul maut,"
kata Rasulullah, Fatimah pun
menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang
menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan kenapa Jibril tidak
ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril
yang sebelumnya sudah
bersiap di atas langit dunia
menyambut ruh kekasih Allah
dan penghulu dunia ini. " Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di
hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang
amat lemah. "Pintu-pintu langit
telah terbuka, para malaikat
telah menanti rohmu. Semua
surga terbuka lebar menanti
kedatanganmu," kata Jibril. Tapi
itu ternyata tidak membuatkan
Rasulullah lega, matanya masih
penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang
mendengar khabar ini?" Tanya
Jibril lagi. "Khabarkan
kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?" "Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah,
aku pernah mendengar Allah
berfirman kepadaku:
Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad
telah berada di dalamnya," kata
Jibril. Detik-detik semakin dekat,
saatnya Izrail melakukan tugas.
Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh
Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat
lehernya menegang."Jibril,
betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di
sampingnya menunduk
semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka. "Jijikkah
kau melihatku, hingga kau
palingkan wajahmu Jibril?"
Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu. "Siapakah
yang sanggup, melihat kekasih
Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah mengaduh, karena
sakit yang tidak tertahankan
lagi. "Ya Allah, dahsyat nian
maut ini, timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan
pada umatku. "Badan Rasulullah
mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak
lagi.
Bibirnya bergetar seakan
hendak membisikkan sesuatu,
Ali mendekatkan
telinganya."Uushiikum bis-
shalaati, wamaa malakat
aimaanukum - peliharalah shalat
dan peliharalah orang-orang
lemah di antaramu." Di luar,
pintu tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling
berpelukan. Fatimah
menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali
mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai
kebiruan. "Ummatii, ummatii,
ummatiii!" - "Umatku, umatku,
umatku"
Dan, berakhirlah hidup manusia
mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai
sepertinya? Allaahumma sholli
'alaa Muhammad wa'alaihi
wasahbihi wasallim. Betapa
cintanya Rasulullah kepada kita.
Usah gelisah apabila dibenci
manusia kerana masih banyak
yang menyayangimu di dunia,
tapi gelisahlah apabila dibenci
Allah kerana tiada lagi yang
mengasihmu di akhirat kelak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar