Powered By Blogger

Sabtu, 28 April 2012

-surat dari suami buat sang istri..

Assalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh… Adindaku sayang, Aku sangat bersyukur kepada
Allah atas pernikahan ini, atas
dipilihnya engkau sebagai
pendampingku atas dipilihnya
engkau sebagai kekasihku. Aku
juga bersyukur bahwa Allah telah mempertemukan aku dengan mu
untuk menjalani sisa kehidupan
ini bersamamu. Adindaku sayang, Aku adalah orang asing bagimu,
dan engkau adalah orang asing
bagiku. Kalau bukan karena
mengharap ridha Allah atas
pernikahan ini, tentu engkau
akan memilih orang dekat yg engkau ketahui latar
belakangnya, tapi karena engkau
memilih Allah sebagai pelindungmu
atas segala bahaya yg akan
datang padamu, atas segala
nikmat yg akan tercurah kepadamu maka engkau memilih
aku sebagai suamimu meskipun
aku sangat asing bagimu. Maka
dengan itu pula akupun berdoa
kepada Allah semoga engkau
selamat dari bahaya yg timbul karena menikah denganku dan
semoga rahmat Allah dapat
tercurah kepadamu melalui
pernikahan ini. Adinda sayangku. Aku bukanlah manusia sempurna
yang terbebas dari salah. Aku
hanyalah seorang hamba yg ingin
menyempurnakan separuh
agama, melaksanakan sunnah
nabi seperti para sahabatku lainnya. Aku hanyalah seorang
pengembara yang baru saja
menemukan pulau tambatan hati,
setelah sekian lama terombang-
ambing dalam gelombang
kebingungan dan kebimbangan, hingga Allah menurunkan rizkinya
kepadaku berupa dirimu, sebagai
tempat pelipur lara, sebagai
tempat berkasih sayang, sebagai
tempat berkeluh kesah, sebagai
tongkat penunjuk jalan, sebagai pelita dalam kegelapan, sebagai
embun dikala dahaga, sebagai
tempat berteduh dikala panas,
sebagai selimut dikala dingin,
sebagai peredam duka dikala
emosi, sebagai tempat berpangku mesra dikala gundah
gulana dan sebagai tempat
mengadu dikala ragu dan buntu. Adindaku, Aku menyadari siapa diriku, maka
aku tak ingin meminta lebih
kepadamu, aku tak ingin engkau
secantik Zulaikha,atau secerdas
Aisyah, atau sezuhud Khadijah
atau semulia Maryam. Aku juga tak ingin engkau sesolehah Asiah
tetapi bersuamikan firaun. Aku
hanya ingin engkau seperti apa
adanya, yg menangis dikala
sedih, yg marah dikala terluka
dan tersenyum dikala bahagia. Aku tidak menginginkan engkau
sesempurna istri sang nabi,
sebab aku sadar bahwa aku pun
tidak sesempurna beliau. Yang
aku inginkan adalah bahwa kita
saling menjaga agar bisa meneladani sikap mereka. Adindaku… Jika engkau mengharap harta
dariku, ketahuilah aku hanyalah
seorang pemuda biasa, yg
penghasilannya dapat engkau
lihat sendiri. Aku juga bukan
pengusaha yg mungkin bisa mewujudkan semua impianmu
dengan uang mereka. Tapi jika
engkau berpendapat bahwa
harta dapat membawa kita
kepada syurga, atau kefakiran
bisa membawa kepada kekufuran, aku setuju dengan
mu. Tapi aku bukanlah
Abdurrahman bin auf, atau Abu
bakar shiddiq atau ustman bin
affan, yg dengan hartanya bisa
membawa mereka ke pintu syurga. Aku mungkin hanya bisa
menjadi Abudzar al giffari, yg
hidup dalam kesendirian dan mati
dalam kesendirian. Hanya iman yg
ia bawa dan istri yg setia yg
menemani pada saat-saat terakhirnya. Adinda ku.. Justru dengan keberkahan yg
insya Allah hadir bersamamu, kita
bisa bersama-sama
mengumpulkan harta sebagai
bekal untuk akhirat kita. Justru
dengan pernikahan ini semoga Allah membukakan pintu-pintu
rezeki dari arah yg kita tidak
sangka-sangka. Adindaku sayang.. Saat mengetahui engkau
menerima khitbahku. Aku
menangis terharu, bumi yang ku
pijak seakan bergoyang. Aku tak
kuasa menahan rasa bahagia
saat itu, saat engkau menyetujui lamaranku. Penantian panjang
dan melelahkan yg menghabiskan
hampir separuh nafas para
pemuda dan pemudi, yg membuat
mereka terbangun dikala malam,
mengadukan nasibnya pada illahi rabbi, menangis disela-sela
rintihan dan doa seraya
bertanya kapan masa itu akan
hadir menjemput mereka. Masa-masa yg menggetarkan
jiwa, menyenangkan hati dan
membuat orang normal seperti
orang kekurang akal, masa yang
hakikatnya seperti berjalan
diatas titian besi panas hingga mampu menjerumuskan mereka
yg tidak sabar akan datangnya
masa bahagia itu. Adindaku,
tibanya masa itu merupakan
rahmat yg tiada tara bagi para
hamba yang bersyukur, yang menyadari bahwa pernikahan itu
adalah sebuah perjuangan dan
bukanlah sebuah permainan. Sayangku… Jika engkau mengharapkan
ketampanan, kesempurnaan fisik
dan penampilan, ketahuilah aku
hanyalah seorang manusia biasa,
yg lahir dari benih ayah dan
ibuku, yang rupa dan bentuk fisiknya tak bisa aku inginkan
sesuai mauku. Aku hanya
menerima takdir tuhan, beginilah
diriku adanya. Aku tidak
setampan nabi Yusuf, tidak
segagah nabi Daud, tidak sekuat Umar bin khatab, tidak sehalus
Usman bin affan, tidak sepintar
Ali bin abi thalib, dan aku juga
tidak sesabar Abu bakar shiddiq.
Jika engkau menginginkan semua
sifat itu ada padaku, maka aku berlindung kepada Allah, atas
kelemahan diriku. Tapi jika
engkau mendoakan aku memiliki
salah satu saja sifat mulia
mereka, maka aku bersyukur
kepada Allah atas doamu itu dan juga atas berlipatnya rizkiku
karena menikah dengan manusia
pemilik doa sepertimu. Adindaku, Aku dan engkau akan tahu, kita
akan menghadapi masa-masa
yang akan datang bersama-
sama, masa yang kadang indah
untuk dikenang, atau pahit
untuk diingat. Semua tergantung seberapa besar hati ini mau
melapangkan jalan untuk
menerima apapun kondisi itu.
Sayangku, Jika salah satu sudut
hatimu pada saat ini sudah terisi
untukku, maka sudut-sudut yang lain isilah dengan rabb pencipta
alam semesta. Jangan kau isi semua sudut
hatimu dengan diriku atau
dengan yanglain kecuali Tuhan
mu, sebab aku tidak akan
sanggup menjaga mu bahkan
menjaga hatimu, hanya Allah lah yang bisa menjagamu, menjaga
hati dan jiwamu, menjaga fisik
dan ragamu. Kamu mungkin bisa
melupakan aku jika aku berbuat
kesalahan, kamu bisa saja
membuang sudut hati tempatku berpijak dan mengganti dengan
orang lain yang sesuai dengan
keinginanmu, tapi engkau tidak
akan bisa melupakan rabb pemilik
hatimu. Dan aku lebih nyaman
jika hatimu dikuasai oleh pemilik alam semesta, ketimbang
dikuasai oleh aku atau apapun
itu. Adindaku, Insya Allah kita akan menjalani
tahap-tahap usia pernikahan
kita, Pada tahun pertama perkawinan
kita, kuharap engkau mau lebih
bersabar, mau memahami lebih
dalam perbedaan-perbedaan
antara kita, sebab kita adalah
dua orang asing yang harus mengayuh perahu bersama, jika
kita tidak bisa bekerja sama, aku
khawatir perahu ini tenggelam
ketika baru saja kita
meninggalkan pantai. Pada tahun kedua hingga tahun
kelima, kuharap engkau sudah
mengerti tentang diriku, tentang
sifat dan tingkah lakuku. Saat itu
mungkin anak pertama kita akan
lahir dan tanggung jawab kita sebagai orangtua baru dimulai. Aku berpesan kepadamu, Kemulyaanmu sebagai seorang
ibu baru saja dimulai, jika engkau
merasa capek dan lelah
janganlah sungkan-sungkan
untuk meminta tolong kepadaku.
Meski aku tahu pada saat itu mungkin kehidupan kita masih
prihatin. Tapi aku yakin anak-
anak kita yang masih lucu akan
mampu menghapus semua duka
lara, letih dan lelah serta rasa
capek dan lelah karena tugas kita. Tugasmu sebagai madrasah
yang memberi pendidikan agama
dan nilai luhur para orang saleh
pendahulu kita, dan tugasku
membantumu membumikan
pendidikan itu. Pada tahun kelima hingga
kesepuluh, mungkin kita akan
didera oleh kondisi keuangan
karena saat itu kebutuhan kita
akan meningkat, anak-anak
beranjak ke sekolah dan kebutuhan rumah tangga akan
meningkat. Aku memohon
kepadamu, bantu aku dengan
doa-doamu, dengan dhuha dan
tahajudmu dengan zikir dan
shodaqohmu, semoga masa-masa sulit segera pergi hingga Allah
memenuhi janjinya kepada kita. Pada tahun kesepuluh hingga
keduapuluh, mungkin Allah telah
mengalirkan rezeki yang deras
kepada kita, kehidupan mulai
mapan, kesejahteraan mulai
datang, dan anak-anak mulai dewasa. Aku memohon
kepadamu, bantu aku
menguatkan batin dan jiwaku
agar aku tidak terperosok
kedalam jurang kenistaan,
karena godaan dunia berupa harta tahta dan wanita.
Sadarkan aku tentang umur dan
usiaku yang mulai menua juga
temperamenku yang mulai
meninggi dimakan usia. Bantu aku
bersahabat dengan anak-anak kita, berikan mereka pengertian
tentang arti kehidupan
sesungguhnya, karena sebentar
lagi mereka akan memilih
jalannya masing-masing. Pada tahun ketigapuluh dan
sesudahnya, aku tak tahu
apakah kita akan sampai disitu,
yang jelas kita akan kembali
berdua, anak-anak lelaki kita
akan pergi dan anak perempuan akan mengikuti suaminya. Kita
hanyalah sepasang manusia
renta yang tak bisa melawan
takdirnya. Kuingin saat itu, hari-
hari kita hanya dipenuhi zikir dan
tasbih, dipenuhi munajat dan doa, seraya menunggu utusan
Tuhan datang menjemput. Aku ingin engkau dan aku tetap
menjadi pasangan didunia dan
akhirat, jadi kumohon kita saling
menjaga, saling memberi
peringatan dan tausiah agar
tujuan pernikahan ini sesuai dengan yang kita harapkan.
Terakhir aku ingin kado ku ini
menjadi prasasti cinta kita, yang
tertanam jauh dilubuk hati,
sehingga jika terjadi goncangan,
kita selalu kembali ke komitmen awal pernikahan. Salam bahagia Suamimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar