Fitnah pertama dan termasuk paling besar
dalam sejarah Islam yaitu fitnah yang telah diberitakan oleh
Rasulullah, yaitu terbunuhnya Khalifah Rasyid yang ketiga Usman bin
Affan di tangan sekelompok penyeru kejahatan.
Fitnah ini diikuti dengan perpecahan
kaum muslimin dan peperangan yang terjadi di antara mereka yang
berakibat tertumpahnya darah yang tidak berdosa dari kedua belah pihak
yang bertikai. Nabi telah memberitahukan bahwa terjadinya fitnah ini
adalah salah satu tanda dekatnya Kiamat.
Dalam hadits Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda, “Tidak
datang hari Kiamat sehingga dua golongan besar dari kaum muslimin
saling berperang, korbannya besar dari kedua belah pihak. Seruan
keduanya adalah satu.” diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Sahabat yang mulia Umar bin al-Khatthab
telah menyebutkan bahwa fitnah ini datang bertubi-tubi seperti ombak
lautan. Sebagaimana dalam hadits Hudzaefah bin Yaman berkata, Kami
berada di sisi Umar bin al-Khatthab. Umar berkata, “Siapa di antara
kalian mengetahui hadits Nabi tentang fitnah?” Hudzaefah menjawab, “Saya
menghafalnya seperti yang telah beliau sabdakan.” Umar berkata,
“Katakanlah, sesungguhnya kamu adalah orang pemberani. Apa yang Nabi
sabdakan?” Hudzaefah berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Fitnah
seseorang pada keluarganya, hartanya, dirinya, anaknya, dan tetangganya,
dihapus oleh puasa, shalat, sedekah, amar ma’ruf dan nahi mungkar.’
Umar berkata, “Bukan itu yang aku inginkan. Yang aku inginkan adalah
fitnah yang silih berganti seperti ombak lautan.” Hudzaefah berkata,
“Apa urusanmu dengannya wahai Amirul Mukminin? Sesungguhnya antara
dirimu dengannya terdapat pintu yang tertutup.” Umar berkata, “Lalu
pintu itu dipecahkan atau dibuka?” Hudzaefah menjawab, “Dipecahkan.”
Umar berkata, “Hal itu lebih pantas untuk tidak ditutup selama-lamanya.”
Maka kami [perawi dari Hudzaefah] bertanya kepada Hudzaefah, “Apakah
Umar mengetahui siapa pintu itu?” Hudzaefah menjawab, “Ya, seperti dia
mengetahui setelah malam ada siang, saya menyampaikan hadits kepadanya
bukan kebohongan.” Perawi dari Hudzaefah berkata, “Kami merasa segan
untuk bertanya kepada Hudzaefah siapakah pintu itu? Lalu kami berkata
kepada Masruq, ‘Tanyakanlah kepadanya.’ Lalu Masruq bertanya, dan
Hudzaefah menjawab, ‘Umar’.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Dalam riwayat Muslim, Hudzaefah berkata
kepada Umar, “Sesungguhnya antara dirimu dengannya terdapat pintu yang
tertutup yang hampir-hampir dipecahkan.” Umar berkata, “Dipecahkan,
tidak ada bapak bagimu, mengapa tidak dibuka? Mungkin bisa diatasi.”
Hudzaefah berkata, “Tidak, dipecahkan.” Hudzaefah berkata, “Aku juga
telah menyampaikan kepada Umar bahwa pintu itu adalah seseorang yang
dibunuh atau mati.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Dalam hadits yang shahih dari Abu Musa
al-Asy’ari berkata, “Nabi keluar ke salah satu kebun Madinah. Abu Musa
lalu menyebutkan hadits yang panjang sampai pada, ‘Lalu datanglah Usman,
saya berkata kepadanya, ‘Tetaplah di tempatmu sehingga saya meminta
izin kepada Rasulullah untukmu.’ Nabi berkata kepada Abu Musa, ‘Izinkan dia, sampaikan berita gembira kepadanya bahwa dia masuk surga disertai ujian yang menimpanya.” diriwayatkan oleh al-Bukhari.
Karena itulah Usman menerima dengan
penuh kesabaran ketika apa yang dijanjikan oleh Rasulullah telah tiba.
Usman meminta para sahabat untuk tidak memerangi orang-orang yang
mengacau supaya tidak terjadi pertumpahan darah karena dirinya.
Benarlah kenabian Muhammad. Usman RA
terbunuh di tangan sekelompok pembangkang yang mempunyai ambisi politik,
agama dan dunia yang dipimpin oleh pimpinan orang-orang Mesir
al-Ghafiqi bin Harb al-Akki. Mereka mengepung rumah Usman dalam kurun
waktu yang cukup lama. Kemudian mereka melompati pagar, membakar pintu.
Semua itu terjadi sementara Usman Khalifah yang terfitnah bersumpah
kepada Allah agar putra-putra sahabat membuang pedang mereka dan tidak
membelanya. Para pembangkang menyerang lalu al-Ghafiqi menusuk Usman
yang sedang membaca al-Qur’anul Karim. Kematian Usman terjadi pada 18
Dzul Hijjah 35 H.
Setelah Dzun Nurain Usman terbunuh, kaum
muslimin memilih Ali bin Abu Thalib sebagai pemimpin mereka. Ali tidak
berkenan, dia ingin menjadi pembantu saja bukan pemimpin, hanya saja
para sahabat mendesaknya agar bisa memulihkan kondisi yang kacau balau.
Akhirnya Ali menerima, memikul tanggung jawab dalam hempasan fitnah yang
besar ini, jika tidak bisa-bisa Madinah dikuasai oleh orang-orang yang
membangkang.
Perkaranya semakin ruwet, hal ini
membuat sebagian sahabat menyingkir, dan sebagian yang lain tidak
membaiat Ali. Syam pada waktu itu dipegang oleh Muawiyah bin Abu Sufyan
tidak membaiat sampai kondisi kembali normal.
Pendapat dan ijtihad kaum muslimin
berbeda-beda tentang menuntut balas darah Usman dan menegakkan hukuman
qishash kepada para pembangkang yang membunuhnya. Perselisihannya
semakin kuat, lalu terjadilah apa yang sama sekali tidak diduga
sebelumnya. Perang meletus antara dua saudara yang berselisih yang
mengorbankan banyak nyawa seperti yang telah diberitakan oleh
Rasulullah. Inilah awal mula fitnah dan salah satu tanda dekatnya
Kiamat. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang nampak dan yang
tidak nampak. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar